MUKOMUKO – Panitia Khusus (Pansus) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Provinsi Bengkulu menggelar sidak ke sejumlah perusahaan yang ada di Kabupaten Mukomuko, Minggu, 14 Februari 2021.
Sidak terkait Revisi Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi Bengkulu Tahun 2012-2032 dipimpin langsung Ketua Pansus Jonaidi yang menjelaskan bahwa RTRW sudah mengatur tentang luas hutan mulai dari
hutan lindung hingga hutan produksi terbatas.
“Kita sidak PT yang mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hutan Tanam Rakyat (IUPHHK-HTR), yang mereka ini diberi hak diberi kewenangan dan kewajiban untuk mengelola hutan dan hasil kayu yang mereka ini diberi luasan IUP yang mereka pegang,” jelasnya.
Dalam sidak ke kabupaten di ujung utara Provinsi Bengkulu ini, pansus juga mengunjungi PT Sipef Biodiversity Indonesia dan Bintara Arga Timber (BAT) yang berada di areal Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
“Luasan PT BAT itu sekitar 23 ribu hektare dan Sipef 12.672 hektare. PT BAT ini sempat stagnan dari tahun 2005 sampai 2006 kalau tidak salah. Namun yang terjadi selama periode stagnan itu ternyata mereka sudah melakukan penebangan sampai dengan tahun 2019, sampai dengan memulai kembali mengajukan penebangan masih di 2020 dan rencana di 2021 ini tadi,” ungkap Jonaidi.
Dia menambahkan, teknis penebahan pohon sudah ada aturannya, apa saja yang boleh ditebang, teknis penebangan, termasuk memberikan barcode ke seluruh pohon yang akan ditebang.
“Karena barcode itu sesuai jumlah batang yang mau ditebang, jadi tidak sembarangan ditebang. Jadi kalau yang di HPT itu kurang lebih 60 cm diameter pohon yang boleh ditebang, sementara pada waktu kami ke lapangan kami melihat banyak yang sudah ditebang pada tahun 2019 sampai 2020 kemarin, sepertinya di bawah 20 cm ada yang sudah ditebang juga,” tukasnya.
Lebih menyedihkan, lanjut Jonaidi, selama lebih kurang 12 atau 13 tahun PT BAT tidak mengurus lokasi sesuai izin. Dan lahan tempat mereka mengambil kayu kini sudah digarap masyarakat, sementara itu ilegal.
“Tidak boleh orang mengelola dan menanam semaunya, mending tanaman hutan, tapi ini menanam sawit di area hutan produksi. Dan itu tidak sedikit jumlahnya, kalau melihat peta yang kita lihat kemarin hampir setengah dikuasai oleh warga dan ditanami sawit, sementara izin PT BAT ini tetap 23 ribu hektare,” bebernya.
Bahkan, lanjutnya, ada dugaan yang mengusai lahan tersebut adalah oknum pejabat yang mengusahai lahan lebih dari satu, satu lahan hingga 200 hektare.
“Diduga ada oknum pejabat yang punya lokasi di sana, ada yang punya pakai CV, yang pasti semua orang yang melakukan aktivitas di kawasan hutan itu harus punya izin dan ini tidak ada izin,” tandas Jonaidi. (ADV)