SELUMA – Tradisi Nujuh Likur merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan tujuan perpisahan bulan Ramadhan dan menyambut datangnya idul fitri. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada malam ke 27 di bulan Ramadhan.
Tradisi Nujuh likur (Tujuh likur). Tradisi ini merupakan budaya yang berasal dari salah satu suku di Bengkulu yaitu suku serawai yang banyak menetap di kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu.
Tradisi nujuh likur dilakukan dengan membakar tempurung kelapa atau yang di sebut sebagian masyarakat di Suku Serawai Seluma Gunung Api, tempurung kelapa ini disusun secara vertikal tinggi keatas.
Biasanya tempurung kelapa ini di kumpulan oleh anak-anak yang kemudian di susun secara vertikal di halaman atau pekarangan rumah, yang kemudian akan di bakar setelah berbuka puasa.
Tak hanya Tempurung Kelapa saja di sebagian Desa di Kabupaten Seluma, pada malam Nujuh likur biasanya juga membuat obor dari bambu yang di pasang di pagar rumah atau di halaman rumah.
Tradisi ini sudah turun-temurun dari nenek moyang suku serawai, konon banyak makna yang tersirat dalam tradisi ini, ada yang menyebutkan semakin tinggi Gunung Api tersebut semakin besar kemungkinan doa terkabulkan, dan ada juga sebagian yang menyebutkan tradisi tersebut untuk menyambut kehadiran malam Lailatul Qadar “Wallahualam”. Dan masi banyak lagi yang memaknai arti dari tradisi tersebut.
Namun terlepas dari itu semua tradisi tersebut patut untuk di lestarikan. Mengingat secara mendasar budaya bagian identitas suatu bangsa untuk membedakan diri dengan bangsa lain.
*Penulis masih akan melakukan penyempurnaan dengan mencari sumber terpercaya terhadap tradisi Nujuh Likur Suku Serawai Seluma/ Tomi Nurman